AMNESTI PAJAK DAN BAGAIMANA PERTUMBUHAN PENGUSAHA-PENGUSAHA BARU DI INDONESIA


Perjalanan awal dari program tax amnesty pada saat gelombang pertama, yang semula hanya dipandang skeptis dari banyak kalangan, akhirnya telah berhasil dalam mengumpulkan angka tebusan di atas 50 % dari target yang telah ditetapkan. Terlepas dari semua itu bahwa menjelang closing gelombang pertama yang lalu program tax amnesty pada 30 September 2016 terjadi gelombang besar-besaran dari antrian para pengusaha yang antusias dalam mengikuti program ini, dengan adanya kelonggaran pelaporan boleh menyusul, pada akhirnya telah dicapai angka yang fantastis membuat kelompok skeptis mulai berbalik untuk menyatakan keyakinan mereka bahwa target akan bisa tercapai pada dua periode sisanya nanti.

Pada 30 September, Presiden Joko Widodo dilaporkan telah melakukan kunjungan ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Menurut Presiden, hingga pukul 20.03 WIB, total dari pengumpulan dana tax amnesty(repatriasi dan deklarasi) telah mencapai Rp3.540 triliun). Adapun total tebusan dari dana tax amnesty, telah mencapai angka Rp.97,1 triliun.

Sementara it, dari data akhir amnesti pajak hingga berakhirnya periode I tanggal 30 September 2016 menunjukkan bahwa realisasi penerimaan dari Amnesti pajak dalam hal ini terdiri dari pembayaran uang tebusan, tunggakan-tunggakan dan bukti permulaan telah mencapai angka Rp.97,2 triliun. Adapun jumlah peserta dari amnesti pajak mencapai 366.768 para wajib pajak. Sedangkan jumlah deklarasi harta telah mencapai Rp.3.620 triliun terdiri dari repatriasi Rp.137 triliun, Deklarasi Luar Negeri Rp.951 triliun dan deklarasi dalam negeri mencapai angka Rp.2.532 triliun.

Apabila dibandingkan dengan target uang tebusan Rp.165 triliun, maka pencapaian uang tebusan dari periode I sudah mencapai sekitar 59 persen. Sedangkan jika ingin membandingkan dengan realisasi repatriasi sebesar Rp.136 triliun apabila dibandingkan dengan target Rp.1.000 triliun maka angka pencapaian baru berada pada posisi 13,6%.

Dari data di atas sudah bisa dibaca bahwa ‘pemulangan’ dana yang dulu pernah diparkir di luar negeri masih memerlukan berbagai upaya khususnya dari pihak pemerintah. Sedangkan, jika dilihat dari besarnya uang tebusan yang telah diterima, maka potensi untuk dapat menjadikan pajak sebagai modal pembangunan memang masih sangat terbuka lebar. Tinggal masalahnya adalah, bagaimana pemerintah mampu menumbuhkan jumlah pengusaha seideal mungkin sehingga dari pajak hasil usahanya tersebut dapat menjadi sumber pembiayaan pembangunan.
Terkait dengan hal ini sesuai dengan pernyataan Ciputra yang mengatakan bahwa amnesti pajak terjadi karena bangsa kita memang sedang kekurangan jumlah pengusaha. ”Jika Indonesia memiliki banyak pengusaha, maka tentunya tidak perlu tindakan amnesti pajak karena para pengusaha sangat berkontribusi besar dalam hal pembayaran pajak.”

Pak Ci menggaris bawahi bahwa saat ini, perekonomian kita masih dikuasai oleh pihak asing. ”Saya sejak 10 tahun yang lalu sudah berteriak-teriak untuk menambah jumlah pengusaha.” Menurut beliau, jumlah pengusaha di Indonesia hanya sekitar 1,5%. Padahal di Negara Singapura dan Amerika Serikat, jumlah pengusaha sudah mencapai sebanyak 7%.

Yang menjadi tantangannya dimasa mendatang tentu saja bagaimana kita? Dalam hal ini pemerintah dan pihak terkait, dapat menumbuhkan sebanyak mungkin para pengusaha hingga kepada titik ter ideal bisa tercapai. Sehingga dengan begitu, masih menguti pak Ciputra, akan lahir kelompok masyarakat yang bisa mengubah sampah menjadi emas. Kelompok ini, dalam pandangan saya, sampai saat ini masih kurang dan sangat perlu untuk terus ditumbuhkembangkan. Salah satu jalan yang bisa untuk dilakukan adalah dengan memberikan peluang kepada para pengusaha untuk tetap bisa menjalankan usahanya.

Termasuk dengan memberikan peluang untuk dapat mengelola industri yang sedang booming saat ini atau sedang menjadi prioritas dari pihak pemerintah. Dengan melihat table di atas, maka paling tidak terdapat 6 sektor industri prioritas itu bisa untuk dijadikan media untuk “mengkulturkan” lahirnya para pengusaha-pengusaha baru yang akan bermanfaat untuk perkembagan Indonesia di masa depan.

Itulah sebabnya, langkah-langkah dari kemenperin untuk memberikan kesempatan kepada para  pengusaha muda untuk bisa mengelola industri prioritas sangat perlu untuk diapresiasi. Dengan penggunaan indikator GCG (Good Corporate Governance) yang taat dengan azas niscaya peluang ini akan bisa menjadi jalan terbaik bagi pengusaha baru untuk tetap bisa muncul, selain tentu saja pihak pemerintah bisa menyeleksi pengusaha mana saja yang sebenarnya lebih unggul dan paling bisa diandalkan.

Seperti yang kita ketahui, Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto banyak mengajak para pengusaha muda untuk bisa mengelola industri prioritas yang terdiri atas sektor pangan, farmasi, kosmetik, tekstil, transportasi, elektronika, dan industri kreatif.

Namun, tentu saja, perhatian kita tidak hanya tertuju pada banyaknya peluang yang telah diberikan oleh pemerintah. Lebih dari itu, resiliansi atau ketahanan pengusaha nasional kita yang baru untuk dapat tetap terus bertahan dan bahkan berkembang menjadi hal yang tidak bisa diabaikan. Jika tidak, maka mereka akan terlindas bukan hanya oleh tidak adanya kesempatan yang diberikan oleh pemerintah, namun karena tidak mampu dalam bersaing dengan kehadiran pengusaha dari luar negeri karena persaingan dagangan menjadi semakin terbuka lebar. Di Asean kita harus berhadapan dengan MEA, dan dilingkup yang lebih luas lagi ada perjanjian perdagangan bebas yang menjadi challenge untuk dihadapi oleh para pengusaha kita.

Sebagai penutup, mari kita perhatikan bersama hasil studi dari McKinsey Global Institute tahun 2013 tentang Urban world : The shifting global business landscape. Disebutkan bahwa pada 2010 terdapat sekitar 8.000 perusahaan di dunia dengan pendapatan pertahunnya telah melebihi angka 1 miliar dolar AS, dengan jumlah pendapatan total dari seluruh perusahaan mencapai 57 triliun dolar AS atau 90% dari GDP dunia yang mana 73% dari perusahaan ini berada di wilayah negara berkembang.

Selain itu, terdapat 800 perusahaan besar di antaranya adalah perusahaan milik negara yang berada di 20 kota, dengan lebih sepertiganya adalah perusahaan-perusahaan besar.
Sementara itu, pada diproyeksikan akan terdapat sekitar 15.000 perusahaan besar dengan revenue sekitar 130 triliun dolar AS, aka semakin meningkat menjadi 130% dari tahun 2010, dengan memiliki kantor pusat tiga kali lebih besar pada wilayah-wilayah yang sedang tumbuh.

Pertanyaannya adalah, akankah di antara proyeksi tersebut terdapat pengusaha-pengusaha baru dari Indonesia ataukah masih hanya yang itu-itu saja? Jawabannya, tentu akan berpulang pada kehendak kita bersama untuk bisa menciptakan pengusaha-pengusaha baru yang bisa menambah jumlah pengusaha Indonesia kepada posisi ideal, paling tidak seperti yang telah dikatakan Pak Ci.

Apabila pembaca membutuhkan bantuan dan pendampingan tentang perkembangan bisnis dan konsultasi bisnis atau seputar software akuntansi, silahkan hubungi 0818521172, atau email ke groedu@gmail.com atau groedu_inti@hotmail.com.

 

 

REPUBLIKA
http://www.pengampunanpajak.com
info@pengampunanpajak.com