MENARIKNYA HUMAN CAPITAL MASING-MASING DIVISI PERUSAHAAN BERJALAN SECARA ALAMI, PERLUKAH PENDALAMAN MELALUI TRAINING HRM FOR NON HRM?


Seperti apa bayangan Anda ketika membaca judul dari artikel diatas? Mungkin akan muncul tanda tanya yang besar dalam pemikiran Anda, “Bagaimana mungkin semua pemimpin divisi adalah seorang HC Practitioner Alamiah?”. Semoga dari artikel berikut ini akan bisa semakin membantu Anda untuk menjelaskan bahwa sesama pemimpin di perusahaan meskipun tidak secara khusus bertugas untuk menangani karyawan, namun sudah menjadi seorang HC Praktitioner (Praktisi Human Capital) alami.

Kami mengawalinya dengan sebuah cerita singkat, dimana pada perusahaan terdapat karyawan yang sedang bermasalah, dan atasannya, dengan begitu mudahnya berkata, “kirim saja dia ke departemen HC, biarkan mereka yang mengurus permasalahan ini”. Entah apa yang sudah diperbuat oleh karyawan tadi, sampai menjadikan atasannya marah, dan menyuruhnya untuk langsung menemui departemen HC practitoner yang terkesan seperti menjadi “tukang jagal perusahaan”.

Lalu apa yang menjadikan cerita seperti diatas banyak terjadi?

Alasan yang paling masuk akal adalah karena adanya pembagian kerja berdasarkan fungsi-fungsi tertentu pada perusahaan termasuk juga pada bagian Human Resource dan Human Capital yang memang bertugas secara khusus untuk mengurus segala sesuatunya tentang karyawan. Sehingga apapun yang berhubungan dengan karyawan, “seolah-olah” sudah menjadi tanggungjawab dari para personil pada departemen ini.

Mari sejenak kembali ke gambaran cerita lainnya: “Terdapat karyawan yang datang terlambat karena ada keluarganya yang sedang sakit dan harus dirawat di Rumah Sakit. Datang dengan pakaian lusuh karena tidak sempat menyeterika bajunya sendiri, bahkan untuk sarapanpun tidak sempat dilakukannya. Lalu kira-kira apa yang akan dilakukan oleh sang bos? Tentu saja beliau akan menjadi sangat marah apapun alasan dari keterlambatan si karyawan. Namun cerita tidak akan berhenti sampai disini.

Setelah mengetahui cerita dari si karyawan, maka sang bospun memberikan sejumlah uang untuk digunakan berbagai kebutuhan yang dibutuhkan untuk keperluan di Rumah Sakit. Tentu saja dengan satu pesan yang sangat tegas, yaitu agar besok jangan sampai terlambat lagi, atau bahkan jika memang diperlukan, diberikan ijin tidak masuk 1-2 hari untuk merawat di Rumah Sakit.”

Lalu, kira-kira apa yang bisa Anda tangkap dari cerita diatas? Tentu saja adanya ketegasan serta kemurahan hati dan perhatian yang lebih yang sudah diberikan kepada si karyawan yang sedang mengalami masalah tersebut. Bisa jadi cerita diatas hanyalah sebuah fiksi karangan belaka, namun tidak menutup kemungkinan bisa terjadi di kehidupan nyata.

Lalu, apa yang terpikirkan tentang para supervisor dan manager tadi? Apakah mereka seharusnya mengikuti jejak dari sang bos? Mari kita coba pelajari dengan lebih mendalam lagi, sesuai dengan beberapa area-area besar dari setiap masing-masing divisi perusahaan.
1. Manajemen Pengembangan Organisasi (Organizational Development Management).

Seberapa penting mengukur pemahaman Visi, Misi, Budaya Perusahaan oleh para SDM di dalam perusahaan? Tentu saja sangat penting! Justru hal semcam ini harus dilakukan, karena inilah yang menjadi “mercusuar utama” dari setiap SDM dalam perusahaan, terutamanya tentang cara berpikir dan bertindak yang sesuai dengan nilai-nilai visi, misi dan budaya perusahaan itu sendiri

Dalam area Organization Development ini, mengukur sejauh mana pemahaman akan Struktur organisasi yang ada, terutamanya adalah jika perusahaan memiliki kecenderungan untuk merubah struktur organisasi mengikuti perkembangan zaman serta tantangan bisnis yang ada. Dari struktur organisasi inilah, maka kita akan mendapatkan gambaran tentang pembagian kinerja antar departemen yang ada. Dengan hal ini kita akan dapat memastikan bahwa setiap SDM paham betul sudah berada pada bagian yang mana, apa peran serta dan kompetensi yang sebenarnya diharapkan dari mereka.

2. Manajemen Tenaga Kerja Industri (Industrial Workforce Management).

Bagaimana tingkat persepsi SDM terhadap perusahaan? Khususnya dalam hal ketaatan untuk mengikuti peraturan yang berlaku di luar perusahaan? Atau bagaimana pemahaman SDM tentang dokumentasi legal seperti apa saja yang seharusnya dimilikinya dan diberikan oleh perusahaan? Pemahaman bahwa perusahaan sudah berusaha untuk mengikuti berbagai peraturan pemerintah dalam melindungi setiap SDM-nya, tentu saja akan semakin meningkatkan citra perusahaan dimata para SDM-nya sendiri.

Dalam beberapa perusahaan, terdapat fenomena yang lebih menarik. Dimana ada beberapa diantara SDM yang selalu komplain tentang kondisi perusahaan, yang katanya tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Namun setelah ditelusuri, ternyata perusahaan sudah mengikuti berbagai peraturan yang ada, namun sayangnya tidak terjalin komunikasi yang baik dengan SDM yang terlibat. Setelah melalui beberapa kali pertemuan dengan pihak SDM, maka baru ada kesadaran, bahwa sebenarnya perusahaan sudah sesuai dengan aturan yang ditetapkan pemerintah.

3. Kompensasi dan Manajemen Manfaat (Compensation and Benefit Management).

Dalam sebuah training di perusahaan klien, terdapat sesi tentang pengaturan keuangan pribadi para karyawannya. Apakah tujuannya agar si karyawan dapat hidup berkecukupan tanpa adanya permasalahan masalah keuangan? Tentu saja itu untuk menjadi tujuan jangka panjangnya. Namun masih ada tujuan jangka pendeknya, yaitu tentang bagaimana pemahaman dari karyawan akan nilai uang gaji yang diterimanya saat ini, lalu apa hubungannya dengan kehidupannya di masa yang akan datang, untuk membantu para karyawan agar dapat mengelola keuangannya sejak sedini mungkin.

Dan inilah yang menjadi alasan mengapa seorang pemimpin perusahaan mempersilahkan dengan sukarela dari salah satu anggota timnya untuk mengikuti kegiatan ini, atau bahkan si atasannyalah yang langsung menyodorkan sejumlah uang, sebenarnya mereka sudah berperan sebagai seorang HC Practitioner, secara tidak sengaja dia telah menerapkan sistem compensation & benefit (kompensasi & manfaat) kepada para anggota timnya. Setiap individu lebih cenderung memiliki motivasinya sendiri-sendiri untuk bekerja, dan selama kita masih bisa menemukan motivasi tersebut, maka akan menjadi semakin mudah untuk menggerakkan orang-orang tersebut.

4. Manajemen Pembangunan Manusia (People Development Management).

• Terkait dengan People Development Management, hal paling pertama yang harus dilakukan adalah untuk menilai para anggota timnya, apakah mereka termasuk ke dalam kategori yang High Performance, Standard atau malah Low Performance. Terkadang proses penilaian seperti ini menjadi lebih melelahkan dan membingungkan, terutamanya adalah apabila jumlah dari anggota tim yang berada dibawahnya sangat banyak, sehingga harus menyita banyak waktu kerja.
• Sang pemimpin yang menggunakan berbagai metode pembelajaran, misalnya seperti kemampuan Coaching yang dapat lebih memperbesar kemampuan dari anggota tim untuk berani mengembangkan inisiatif dari dirinya sendiri. Inilah hal paling sederhana yang bisa dilakukan dalam konteks pemimpin sebagai HC Practitioner.

5. Manajemen Ketenagakerjaan (Employment Management).

Apakah departemen Anda pernah mengalami kekurangan personil pada salah satu fungsi kerjanya? Lalu mengevaluasinya untuk seberapa besar kebutuhan penambahan personil tersebut berdasarkan rencana pencapaian dari target kerja Anda? Apapun keputusannya, apakah akan terjadi penambahan atau tidak, maka selamat Anda sebenarnya sudah menjadi seorang HC Practitioner, karena sudah mencoba untuk menjalankan Man Power Planning. Tentu saja Anda akan memilah-milah mana kondisi yang terbaik bagi Anda sebagai seorang pemimpin fungsi kerja dan perusahaan. Dan inilah alasan mengapa seorang pemimpin fungsi kerja yang mampu menerapkan beberapa hal dalam bidang employment, lebih cenderung berperan sebagai sesorang HC Practitioner.

Dari berbagai penjelasan di atas, maka tentu saja pemahaman bahwa seorang HC Practitioner merupakan para personil yang berada dalam Departemen. HC, akan menjadi semakin memudar. Bayangkan saja ketika para pemimpin dari fungsi kerja non HC, telah sangat banyak membantu dalam menjalankan fungsi HC, akan menjadi seperti apa para karyawan di perusahaan Anda?

Tentu saja harapan terbesarnya adalah mereka dapat merasa seperti tetap diperhatikan oleh perusahaan melalui para pemimpinnya masing-masing, bukan hanya oleh para personil dari Departemen HC saja. Apabila hal seperti ini yang terjadi, maka Departemen HC akan bisa berubah fungsi dari sekedar “tukang Jagal perusahaan” belaka yang hanya mengurusi karyawan bermasalah, dan bisa lebih fokus pada tugas yang lebih besar lagi, yaitu sebagai Bisnis Partner Perusahaan untuk membantu dalam mengembangkan asset-asset milik perusahaan, yaitu para karyawan itu sendiri, dengan berbagai macam program pembelajaran dan pengembangan yang sudah disusun secara tersistematis dan lebih terarah pada pencapaian target kerja perusahaan. Semoga bisa bermanfaat bagi Anda sekalian, apabila pembaca membutuhkan pendalaman mengenai HRM melalui training HRM non HRM, maka silahkan hubungi kami di groedu@gmail.com atau kontak 081-252982900. Kami siap membantu. Terima kasih.