DITJEN PAJAK DORONG PENGUSAHA AGAR MANFAATKAN KESEMPATAN UNTUK REPATRIASI HARTA DARI LUAR NEGERI


Sejak program amnesty pajak atau tax amnesty sudah memasuki periode kedua, besaran dari nilai dana repatriasi yang masuk baru sekitar Rp 142,67 triliun atau 14,26% dari target yang diinginkan. Meskipun tarifnya hanya 3%, namun komitmen dari para pengusaha ingin segera merepatriasikan hartanya ke Indonesia ternyata masih sangat rendah. Padahal pulangnya dana mereka ke Tanah Air sangat dibutuhkan oleh pihak pemerintah dalam rangka untuk menggerakkan roda perekonomian nasional.


Menurut catatan dari pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, hingga 30 Oktober 2016 kemarin, nilai dana dari hasil repatriasi yang masuk ke Tanah Air baru sekitar Rp.142,67 triliun atau 14,26% dari jumlah prosentase target yang ditetapkan oleh Undang-Undang dari Pengampunan Pajak sebesar Rp.1.000 triliun. Dari jumlah repatriasi yang masuk tersebut, khusus dana yang direpatriasi pada bulan Oktober baru sekitar Rp.453 miliar.

Meskipun masih sangat rendah dan belum mampu dalam memenuhi target, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi masih yakin bahwa dana repatriasi akan tetap terus meningkat. Karena menurutnya, masih sangat banyak waktu untuk para wajib pajak dalam memulangkan dananya ke Indonesia. “Komitmen repatriasi yang masih rendah, akan tetapi nanti akan lebih banyak lagi,” ujar Ken.

Salah satu yang menyebabkan rendahnya komitmen repatriasi dari para taipan adalah dikarenakan dananya masih harus mengendap di Indonesia selama tiga tahun. Selain itu, banyak juga dari mereka yang ingin segera memulangkan asetnya lebih awal, atau sebelum UU Pengampunan Pajak diberlakukan. Namun, “Semuanya ingin segera dihitung sebagai repatriasi, katanya.

Minimnya Kemungkinan Dari Repatriasi, Salah Satunya Adalah Karena Adanya Isu Pencucian Uang yang Banyak Beredar Di Masyarakat

Namun dari pihak Ditjen Pajak sendiri tidak bisa melakukan hal itu, lantaran dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) telah disebutkan bahwa uang yang masuk sebelum program amnesti pajak di mulai adalah bukan bagian dari repatriasi.

Namun sayangnya, Ken belum bisa memastikan terdapat berapa dana yang masuk sebelum program ini telah dimulai, yang seharusnya masuk dalam repatriasi. Dia beralasan masih belum memperoleh data yang cukup kuat dari perbankan sebagai gateway. “Sampai saat ini, masih belum ada laporan dari bank-bank gateway. Nanti jika sudah terdapat laporan, kita bisa informasikan lagi,” katanya.

Yang jelas kata Ken, untuk para pengusaha yang ingin melakukan repatriasi pada periode kedua ini masih memiliki banyak waktu hingga Desember 2016 mendatang. Menurutnya, biasanya pengusaha memang memerlukan waktu lebih banyak untuk merepatriasi. karena, tidak mungkin seorang pengusaha akan menyampaikan Surat Pernyataan Harta (SPH) dan saat itu pula merepatriasi hartanya.

Karena itu, agar dapat melakukan repatriasi dibutuhkan proses. “tentunya tidak ada pengusaha yang uangnya hanya diam aja. Pasti akan terusp diputar,” kata Ken.

Isu Pencucian Uang

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo telah menyatakan bahwa, salah satu kendala dari minimnya dana repatriasi yang juga harus dicari solusinya adalah tentang adanya kekhawatiran dari pemilik harta akan isu dari pemberantasan pencucian uang atau Financial Action Task Force (FTAF).

Kita ambil contoh saja di Swiss. Menurut Yustinus, di negara tersebut, banyak sekali  dana yang berasal dari Indonesia. Bukan hanya dana milik para pengusaha, akan tetapi juga dari para pejabat-pejabat Tanah Air pada masa Orde Baru. Bahkan menurutnya, terdapat seorang pengusaha yang ingin merepatriasikan dananya dari Swiss hingga mencapai Rp.150 triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas dari Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengakui belum mendapatkan informasi yang jelas tentang para pengusaha tersebut. Menurutnya, jika memang benar ada keinginan dari para pengusaha tersebut untuk merepatriasi harta miliknya, pihak Ditjen Pajak akan sangat senang sekali. Dia juga menyarankan agar yang bersangkutan segera melaporkannya secara langsung agar bisa langsung dibantu oleh pihak petugas pajak.

Hestu menyatakan, “Jika memang terdapat kesulitan untuk melakukan repatriasi, dananya ada di negara mana pun juga, nanti bisa langsung disampaikan ke Ibu Menteri atau Dirjen Pajak. Kami pasti akan langsung membantunya,” katanya.

Konsekuensi Dari Repatriasi Harta

1.    Harta yang sudah diungkapkan oleh para wajib pajak tidak dapat dialihkan ke luar negeri selama 3 tahun sejak diterbitkannya Surat Keterangan.
2.    Harta yang sudah direpatriasi wajib untuk diinvestasikan ke dalam negeri selama 3 tahun sejak dialihkan dalam bentuk :

•    Surat berharga Negara Republik Indonesia.
•    Obligasi Badan Usaha Milik Negara.
•    Obligasi Lembaga Pembiayaan yang dimiliki oleh pihak Pemerintah.
•    Investasi keuangan pada bank persepsi.
•    Obligasi perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh pihak Otoritas Jasa Keuangan.
•    Investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha.
•    Investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang telah ditentukan oleh pemerintah.
•    Bentuk investasi lainnya yang sudah sah sesuai dengan ketentuan dari peraturan perundang-undangan.

Apabila pembaca membutuhkan bantuan dan pendampingan tentang perkembangan bisnis dan konsultasi bisnis atau seputar software akuntansi, silahkan hubungi 0818521172, atau email ke groedu@gmail.com atau groedu_inti@hotmail.com.

Harian Kontan
http://www.pengampunanpajak.com
info@pengampunanpajak.com