Maraknya tindakan dalam hal penggelapan dari dunia perpajakan memang sudah menjadi masalah yang begitu serius untuk setiap negara. Setiap tahunnya, dari pihak pemerintah sendiri sudah banyak sekali kehilangan berbagai potensi-potensi pendapatan karena banyaknya penduduk telah melakukan tindakan terhadap penghindaran atau penggelapan pajak dengan beraneka macam cara.
Karena untuk alasan inilah, maka pihak pemerintah telah menerapkan program pengampunan pajak agar dapat lebih meningkatkan pendapatan dari dua sumber berbeda, yaitu :
1. Sumber pendapatan dari segala kegiatan ekonomi di dalam negeri yang sama sekali belum atau tidak dilaporkan, seperti kegiatan underground economy.
Pengampunan pajak yang tidak hanya dirancang untuk dapat meningkatkan penerimaan pajak pada saat ini, namun juga adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi secara permanen jumlah aktivitas-aktivitas ekonomi underground economy, sehingga dapat lebih meningkatkan penerimaan pajak di masa yang akan datang.
2. Sumber pendapatan yang lebih potensial adalah suatu pelarian modal (flight capital).
Negara Indonesia telah mengklaim sudah menjadi Negara yang berhasil dan sukses dalam hal menjalankan program pengampunan pajak yang sebelumnya telah diprakasai oleh pihak pemerintah dengan tujuan agar dapat memulangkan kembali dana-dana para wajib pajak yang telah lama diparkir dan tersimpan di luar negeri. Keberhasilan tersebut sebenarnya dapat terlihat dari mulai meningkatnya angka-angka yang telah dideclared (dideklarasikan), dan tingkat antusiasme yang sangat tinggi dari para wajib pajak dalam mengikuti program pengampunan pajak ini. Bahkan sampai pada masyarakat internasionalpun juga ingin menyampaikan penghargaan mereka terhadap Negara Indonesia.
Program pengampunan pajak di Indonesia sudah menjadi salah satu program repatriasi yang paling sukses didunia. Dalam tiga bulan pertama, jumlah harta yang telah dilaporkan sudah mencapai Rp.3.195 triliun yang terdiri dari harta didalam negeri sebesar Rp.2. 177 triliun dan dana yang telah berada di luar negeri senilai Rp.1.019 triliun. Sedangkan uang yang masuk ke kas negara telah mencapai Rp.97,2 triliun yang terdiri dari uang tebusan Rp.93,7 triliun, pembayaran tunggakan Rp.3,06 triliun dan pembayaran bukti permulaan Rp.354 miliar.
Total asset yang telah dideklarasikan dalam program pengampunan pajak di Indonesia jauh di atas Negara-negara :
• Irlandia yang masih mencapai setara dengan Rp.26 triliun (1993).
• Afrika Selatan yang mencapai setara Rp.15 triliun (2003).
• Italia mencapai setara Rp.1.179 triliun (2009).
• Spanyol mencapai setara Rp.202 triliun (2012).
• Australia mencapai setara Rp.66 triliun (2014).
• Dan Chile mencapai setara Rp.263 triliun (2015).
Tingkat keberhasilan dalam menjalankan program pengampunan pajak tidak semata-mata hanya karena diukur dari nilai absolute deklarasi asset, akan lebih adil apabila telah di ukur dengan rasio terhadap produk domestic bruto (PDB). Berdasarkan standar rasio inilah, maka deklarasi asset di Indonesia diperkirakan kurang lebih telah mencapai 1% dari PDB.
Sementara Negara Chile yang menerapkan program pengampunan pajak pada tahun 2015 hanya berhasil mengumpulkan dana retribusi setara dengan 0,62% dari PDB. Adapun India yang telah mencoba untuk menerapkan program pengampunan pajak pada tahun 1997, hanya berhasil mengumpulkan 0,17% dari PDB.
Negara lain seperti Italia, Afrika Selatan, Australia, Spanyol, dan Belgia, secara berturut-turut hanya berhasil mengumpulkan 0,2%, 0, 17%, 0,06%, 0,12%, dan 0,15% dari PDB. Dari perspektif ini, Irlandia terlihat lebih berhasil daripada Indonesia, karena mampu mengumpulkan 2,55%.
Tindakan Korupsi
Sebenarnya kita boleh saja sedikit berbangga dengan keberhasilan program pengampunan pajak. Namun di balik kesuksesan tersebut, sebenarnya justru telah menunjukkan bahwa tingkat kesadaran dari masyarakat Indonesia dalam hal membayar pajak terbilang masih sangat rendah. Hal ini dapat terlihat dari tax ratio (rasio pajak terhadap PDB) di Indonesia tetap masih jauh dibawah negara-negara yang sama-sama sudah menjalankan program pengampunan pajak.
Berdasarkan data dari Bank Dunia, Irlandia, misalnya saat telah meluncurkan program pengampunan pajak pada tahun 1993, tax ratio sudah mencapai 25,33%. Sementara Afrika Selatan (2003) telah mencapai 23,84%, Italia (2009) telah mencapai 22,51%, Australia (2014) telah mencapai 25,8% dan Chile (2015) mencapai 21%. Hanya Spanyol pada tax ratio-nya hamper-hampir setara dengan Indonesia, yaitu hanya sekitar 1,4% mencapai 11% (2015).
Rasio pajak yang rendah pada satu sisi telah menunjukkan bahwa kinerja dari pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terbilang masih belum optimal. Bahkan beberapa pengamat perpajakan menilai bahwa, DJP dalam meningkatkan pendapatan pajak lebih cenderung melakukan intensifikasi dengan cara “mencoba untuk berburu di kebun binatang”, daripada harus melakukan ekstensi agar dapat menambah wajib pajak baru. Pada sisi lain rendahnya rasio pajak tersebut juga dapat mengandung makna bahwa tingginya tingkat penggelapan pajak atau rendahnya kesadaran dari masyarakat dalam hal membayar pajak.
Melalui program pengampunan pajak inilah sebenarnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak sudah mulai untuk tumbuh kembali. Rasio pajak yang rendah di Indonesia telah menunjukkan bahwa ruang untuk meningkatkan penerimaan pajak masih sangat terbuka dengan lebar. Namun, dibutuhkan kerja yang sangat keras dari pihak DJP dengan cara mengubah mindset dari ”bagaimana untuk berburu di kebun bbinatang”, harus di rubah untuk lebih kearah ekstensi. Selam hal ini, upaya dari pihak DJP dalam memperluas wajib pajak dengan meningkatkan jumlah para wajib pajak yang terdaftar melalui nomor pokok wajib pajak (NPWP) untuk warga masyarakat yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif dirasakan masih belum telalu efektif dalam mendongkrak penerimaan terhadap pajak.
Hal ini kemungkinan adalah karena mereka yang telah dijaring melalui NPWP baru ini adalah para masyarakat dari kelas menengah ke bawah. Sementara masyarakat tingkat menengah atas yang notabenenya sangat berpotensi untuk membayar pajak cukup besar, masih banyak yang belum terjaring. Mereka sepertinya masih berusaha untuk terus menghindar dari membayar pajak.
Salah satu faktor yang telah mempengaruhi adanya tingkat kesadaran masyarakat dalam hal membayar pajak adalah tingkat korupsi yang sangat tinggi. Studi Imam dan Jacobs (2007) telah menunjukkan bahwa tax collection salah satunya masih dipengaruhi oleh korupsi. Diantara negara-negara yang telah melakukan program pengampunan pajak, tingkat korupsi d Indonesia adalah yang tertinggi. Menurut Transparency International, pada tahun 2015 yang lalu, Indonesia menempati urutan ke-88 dari 114 negara yang disurvei. Sementara itu Australia berada pada peringkat ke-13, Irlandia ke-18, Cile ke-23 Spanyol ke-36 dan Itaia dan Afrika Selatan sama pada peringkkat ke-61.
Akhirnya, program dari pengampunan pajak dalam jangka menengah dan panjang akan terbilang lebih efektif untuk meningkatkan basis pajak, apabila kesadaran masyarakat dalam hal membayar pajak juga akan semakin meningkat. Untuk keberhasilan pada masa yang akan datang untuk kenaikan tax ratio juga akan semakin dipengaruhi oleh adanya kemampuan dari pihak pemerintah agar dapat mengurangi tingkat korupsi dinegaranya masing-masing.
Apabila pembaca membutuhkan bantuan dan pendampingan tentang perkembangan bisnis dan konsultasi bisnis atau seputar software akuntansi, silahkan hubungi 0818521172, atau email ke groedu@gmail.com atau groedu_inti@hotmail.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
http://www.pengampunanpajak.com
info@pengampunanpajak.com