PENERAPAN ACFTA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR INDONESIA


Sampai saat ini saat awal-awal tahun 2017, krisis global yang terjadi beberapa tahun silam belumlah sepenuhnya mampu pulih dan masih sangat rentan untuk mengalami gejolak krisis kembali. Banyak sekali berbagai tantangan yang masih harus bisa dilalui oleh para pelaku bisnis industry manufaktur, baik tantangan itu berada di wilayah pasar ekspor maupun pasar domestik.

Sejak pasar bebas Asean Cina (ASEAN – CHINA Free Trade Area) yang sudah mulai diterapkan pada sekitar bulan dan tahun Januari 2010, berbagai macam produk-produk manufaktur Cina dengan sangat derasnya memasuki pasar lokal Indonesia. Berbagai macam barang-barang elektronik Cina yang harganya jauh lebih murah apabila dibandingkan dengan barang elektronik dari Negara lain seperti jepang dan korea sudah mulai meruntuhkan pasar elektronik lokal Indonesia. Sama halnya dengan produk-produk lain hasil dari industri manufaktur lokal seperti :

1. Industri tekstil.
2. Pengolahan besi.
3. Industri pengolahan baja.
4. Dan barang-barang hasil industri lainnya.

Dengan semakin menurunnya permintaan impor dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa lainnya karena tengah menghadapi berbagai permasalahan ekonomi, maka negara Cina mulai mengambil celah dengan cara memanfaatkan kelemahan tersebut dengan cara meningkatkan kapasitas ekspor ke negara-negara Asia, termasuk juga salah satunya adalah negara Indonesia. Oleh karena itulah, berbagai gempuran barang-barang impor dari negara Cina semakin lama semakin banyak dan dalam jumlah yang begitu besar.

Industry_smoke

Selain berdampak negatif, ACFTA juga memiliki sisi positif bagi Indonesia, salah satunya adalah perdagangan Indonesia dengan Cina semakin lama semakin mengalami peningkatan yang signifikan. Cina yang memiliki pasar sangat besar karena jumlah penduduknya yang juga sangat besar dan kemampuan dari daya beli yang semakin meningkat dapat dijadikan tujuan ekspor yang paling strategis bagi Indonesia. Sama halnya dengan pasar Indonesia bagi Negara Cina.

Sebelum diterapkannya ACFTA, total jumlah perdagangan antara Indonesia dan Cina pada tahun 2009 yang lalu hanya sekitar 25,5 miliar dolar AS (ekspor sebesar 11,5 miliar dolar AS dan kapasitas impor sebesar 14,0 miliar dolar AS. Artinya adalah, defisit neraca perdagangan berjumlah sekitar 2,5 miliar dolar AS.

Pada 2010 yang lalu, perdagangan mengalami peningkatan menjadi sekitar 36,1 miliar dolar AS dan tahun berikutnya telah menjadi 49,2 miliar dolar AS. Meskipun defisit masih terbilang cukup besar, nilainya juga semakin bertambah turun sejak 2011 yang lalu.

Nah, itulah pembahasan seputar pengaruh ACFTA dan perindustrian manufaktur di Indonesia. Semoga industri manufaktur di Indonesia mampu untuk bertahan dan semakin tumbuh berkembang pesat, semakin maju dan tentu saja yang terpenting adalah masih tetap harus ramah lingkungan. Semoga bisa bermanfaat dan salam sukses selalu.

Apabila pembaca membutuhkan bantuan dan pendampingan tentang perkembangan bisnis dan konsultasi bisnis atau seputar software akuntansi, silahkan hubungi 0818521172, Office : 031-21100152 atau email ke groedu@gmail.com bisa juga groedu_inti@hotmail.com