Praktisi HR, adalah biasanya yang paling banyak menerima berbagai curhatan karyawan seputar konflik yang banyak terjadi di tempat mereka bekerja. Dan terkadang, bagi seorang HR ternyata masalahnya juga terbilang sangat sederhana, namun bagaimana untuk mengatasi konflik kerja yang seringkali banyak terjadi diantara para karyawan dalam sebuah perusahaan memang akan menjadi tantangan tersendiri bagi banyak HR Practitioner perusahaan. Sebuah pertanyaan yang mungkin saja seringkali menjadi pemikiran banyak praktisi HR adalah “Apakah sebuah konflik banyak terjadi diantara sesama karyawan dan perusahaan? Anda yang sudah lama menangani berbagai urusan manusia di perusahaan, pastinya pernah menemukan konflik tersebut dan hampir selalu terjadi setiap hari! Mulai dari atasan yang mengkomplain kinerja dari anggota tim-nya, atau seorang karyawan yang sedang bermasalah dengan karyawan lainnya, karyawan yang bekerja tidak optimal karena terjadi konflik secara personal, dan lain sebagainya.
Dari terlalu banyaknya konflik yang terjadi terkadang malah menjadikan para pemimpin perusahaan semakin bertambah bingung tentang bagaimana seharusnya dalam mengelola hubungan kerja dengan sesama anggotanya. Dalam beberapa kasus yang terjadi akan menjadi lebih baik jika pemberian tugas kepada karyawan kita setidaknya harus disesuaikan dengan Job Description (Job desc) yang sudah ada. Seandainya memang mereka harus mengerjakan tugas-tugas di luar job desc-nya, maka pemberian pemahaman bahwa tugas teresebut adalah lebih bersifat sementara, karena mengerjakan tugas-tugas dari rekan kerja yang sedang tidak masuk itu memang sangat penting untuk dilakukan. Hal semacam ini, sekaligus merupakan sebuah proses empowerment (pemberdayaan) karyawan yang bersangkutan untuk belajar tentang hal-hal baru, sehingga dia akan dapat semakin berkembang. Pengertian seperti ini akan dapat diberikan dan dilakukan agar semakin tumbuh rasa kesadaran dari para karyawan tersebut, dan akan sangat membantu mereka dalam melihat dari sudut pandang lain yang berbeda dari tugas yang sudah diberikan kepada mereka.
Dari sini muncul sebuah pertanyaan tentang bagaimana untuk membedakan pemberdayaan dari karyawan yang benar-benar positif untuk kebaikannya, dengan yang hanya sekedar untuk “menggeser” karyawan tersebut ke zona yang tidak nyaman dan kemudian menjadi resign? Untuk proses penyampaian dari sebuah pemahaman yang harus dilakukan dengan tujuan yang lebih positif, biasanya akan dilakukan secara transparan dengan menyampaikan fakta-fakta yang ada selama ini, serta dari berbagai potensi dan kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Sementara sebaliknya, jika memang berniat untuk “menggeser” karyawan, biasanya fakta yang ada malah lebih cenderung akan dibuat-buat atau sama sekali tidak sesuai dengan realita yang ada. Karyawan yang lebih cenderung mengalami hal ini dan tidak mampu mengolahnya dengan baik, maka akan cenderung menjadikan hal seperti ini menjadi semakin besar dan memiliki dampak konflik yang juga akan lebih membesar lagi.
Memberikan tugas kepada setiap anggota tim, memang sudah selayaknya untuk dilakukan oleh seorang atasan. Namun untuk strategi memberikan tugas tersebut yang terkadang menjadikan bibit konflik. Maka, sejak dari awal harus bisa memberikan pemahaman kepada para atasan, agar dapat memberikan penugasan dengan beberapa langkah yang lebih positif untuk mengurangi terjadinya konflik antara atasan dan anggota tim-nya.
1. Konflik Berbeda Gaya Kerja.
ketika seorang atasan yang memberikan tugas serta ingin mendapatkan hasil cepat (instant). Sedangkan yang bersangkutang (karyawan) adalah seorang pribadi yang lebih cenderung selalu berhati-hati dalam bekerja, sehingga terkesan lebih lambat dari yang lain dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Dan bagi seorang HR Practittioner, pernahkah mereka melakukan asesmen terhadap bagaimana gaya kerja dari setiap masing-masing karyawan yang berada pada perusahaan Anda? Karena biasanya terjadinya konflik juga bisa muncul karena adanya perbedaan seperti ini. Pemahaman akan terjadinya perbedaan seperti ini akan menjadi bagian terpenting dalam operasional dari sebuah perusahaan.
Apa yang akan terjadi jika Anda malah menempatkan seorang karyawan yang lebih cenderung sangat berhati-hati, pada sebuah posisi yang lebih menuntut untuk pengambilan keputusan dengan lebih cepat? Maka tentu saja sangat tidak cocok, karena keputusan yang akan dilakukan lebih cenderung sangat lambat untuk dikeluarkan, dan mungkin saja target kerja yang ada malah menjadi tidak tercapai. Sebagai seorang HR Practitioner, maka tentu saja idealnya adalah Anda akan menempatkan seorang karyawan pada posisi yang benar-benar sesuai dengan karakter yang ada pada dirinya. Atau bahkan menempatkan karyawan tersebut ke dalam sebuah posisi yang mampu mengembangkan kemampuannya untuk kedepannya.
Gaya kerja dari seorang karyawan memang juga tidak dapat dipisahkan dengan kepribadiannya. Sementara yang sudah kita ketahui bersama bahwa proses untuk pembentukan kepribadian juga sudah berlangsung sejak yang bersangkutan masih sangat kecil dan tinggal dalam keluarga dan masyarakatnya. Dalam sebuah budaya yang lebih cenderung sangat keras, maka akan membentuk karakter seorang karyawan yang biasanya memiliki tekad dan semangat kerja yang lebih kuat dalam mencapai sesuatu, namun dari sisi yang lainnya mungkin saja perilaku yang lebih “keras” juga sewaktu-waktu akan muncul.
Berbicara dengan lebih keras (hampir berteriak mungkin), terkadang akan dimaknai sebagai tindakan yang angkuh, padahal mungkin memang dari “volume” standar-nya memang diatas orang pada umumnya. Terjadinya kontak fisik yang pada awalnya hanya berniat ingin iseng atau membangun keakraban, seperti halnya “memukul pelan” pada pundak dapat dimaknai berbeda bagi orang yang tidak akan merasa senang jika “disentuh” dengan cara demikian. Dan masih banyak hal yang lainnya. Pada saat Anda dan masing-masing karyawan sudah mengetahui bagaimana gaya kerjanya masing-masing, dalam hal ini adalah atasannya, maka semua pihak harus mampu menyesuaikan dirinya dengan gaya dari lawan bicara atau rekan kerjanya tersebut.
2. Konflik Terjadinya Permasalahan Karyawan Secara Personal.
Beberapa dari Anda pasti pernah bertemu dengan karyawan perusahaan yang sering memiliki masalah secara personal, baik yang sudah Anda dengar secara langsung dari karyawan yang bersangkutan atau dari obrolan pada saat sedang beristirahat kerja. Memang masih ada semacam batas yang juga tidak boleh dilanggar oleh seorang HR Practitioner, untuk masuk lebih dalam wilayah privasi karyawan. Sehingga tidak seperti terkesan terlalu ikut campur dalam masalah personal mereka. Namun masih tetap sebagai departemen yang ditugaskan untuk “mengelola” karyawan, terutamanya adalah yang terkait dengan pekerjaan sehari-harinya, maupun dalam proses pencapaian target kerja yang sudah ada, maka seorang RC Practitioner juga sangat perlu untuk selalu mengamati bagaimana perubahan dari perilaku dari karyawan yang sedang mengalami permasalahan secara personal tersebut. Pada saat seorang karyawan yang dulunya memang sangat rajin berangkat kerja, namun sekarang malah mulai sering izin tidak masuk kerja bahkan bisa sampai berulang-ulang kali dalam satu bulan. Saat seorang yang lebih disiplin, dengan datang sebelum jam masuk kerja dimulai, dan sudah mulai sering datang terlambat. Saat seorang yang biasanya begitu ceria, namun sekarang lebih sering “menekuk” mukanya, dan cenderung menarik diri dari rekan-rekan kerjanya.
Terjadinya perubahan perilaku seperti itulah yang mungkin harus selalu diamati. Bahkan jika memang perlu harus memanggil karyawan yang bersangkutan, untuk dapat melakukan proses coaching dan counselling, untuk menjelaskan dari sudut pandang manajemen yang terkait dengan terjadinya berbagai perubahan yang lebih cenderung ke arah yang lebih negatif tadi, akan menjadikannya dinilai semakin tidak berprestasi oleh pihak manajemen, dan tentu saja memiliki konsekuensi yang berbeda. Setelah hal itu sudah dilakukan, maka biasanya pertanyaan tentang apa yang menjadi penyebab dari terjadinya perubahan perilaku seperti itu muncul, maka akan menjadi hal yang lebih krusial lagi.
Perbedaan antara memberikan solusi untuk pokok permasalahan yang ada, atau untuk sekedar ingin mengetahui permasalahan yang ada, akan semakin menyebabkan adanya pemahaman dari karyawan dari seberapa mampu seorang RC Practitioner dalam bersikap profesional saat menjalankan tugasnya. Kira-kira apa selanjutnya yang akan terjadi jika Anda tidak mengamati perubahan perilaku tersebut dan segera mengantisipasinya dengan cepat? Maka pastinya, akan muncul konflik-konflik yang lainnya dan kemudian semakin berkembang menjadi lebih besar karena tidak segera tertangani dengan baik.
Nah, bagi seorang HR Practitioner, bagaimana solusi yang terbaik dalam hal penanganan konfliknya? Cukup hanya membantu di tahap awal ini? Untuk menyadarkan bahwa pastinya dalam melaksanakannyapun masih ada beberapa tantangan-tantangan yang akan terjadi. Atau apakah Anda sudah menemukan konflik lain yang sudah terjadi antara sesama karyawan di dalam perusahaan? Silahkan membaginya dengan kami dengan menghubungi groedu@gmail.com atau kontak 081-8521172 atau 081-252-982900. Kami siap membantu Anda. Terimakasih dan salam sukses.