Sebenanya, masih sangat banyak diantara masyarakat Indonesia yang masih belum mengenal baik tentang bagaimana prosedur perpajakan. Jikapun mereka mengetahuinya, mungkin hanya seputar kasus-kasus pelanggaran pajak yang seringkali dilakukan oleh para pejabat-pejabat atau para oknum dari pegawai pajak. Atau, jika Anda memiliki waktu senggang, maka bolehlah untuk sesekali mengetikkan kata kunci “korupsi pajak” pada mesin pencarian dari internet manapun. Maka akan langsung tampil sederetan berita-berita tentang kasus korupsi perpajakan yang sudah melanda Indonesia. Hal ini mungkin saja disebabkan karena kurangnya pemahaman tentang perbedaan antara PPh 21 dan PPh 23.
Jika Anda memang masih merasa sedikit acuh tak acuh dengan hal-hal semacam ini, maka sebaiknya Anda memahami terlebih dahulu bahwa pajak merupakan kontribusi wajib yang harus diberikan oleh setiap individu atau badan usaha terhadap negara. Melalui pajak pula, sebuah negara akan dapat melakukan segala aktivitasnya. Hal ini juga sudah mencakup tentang pembangunan berabgai infrastruktur, subsidi bahan bakar minyak (BBM), dan juga tentang menggaji para pegawai negeri. Dengan kata lain, pajak merupakan sumber utama dari pendapatan dari sebuah negara.
Di Indonesia sendiri, pengelola pajak telah dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pajak terpusat yang dikelola langsung oleh pemerintah pusat (Direktorat Jenderal Pajak), dan pajak daerah yang akan dikelola oleh pemerintah daerah (Pemda) tingkat provinsi dan juga kabupaten atau kota. Jenis pajak yang sudah dikelola oleh Pemda tingkat provinsi berupa pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak rokok, dan pajak air permukaan. Sementara pajak yang sudah dikelola oleh Pemda tingkat kota atau kabupaten jauh lebih beragam. Beberapa di antaranya adalah pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, dan semacamnya.
Lain halnya dengan jenis-jenis pajak terpusat yang akan dikelola langsung oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pajak terpusat sendiri terdiri dari lima jenis utama, yaitu:
1. Pajak Penghasilan (PPh).
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
3. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).
4. Bea Materai.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Dalam setiap jenis-jenis pajak tersebut, masih terdapat “bercabang” jenis pajak yang membuatnya menjadi semakin lebih mendetail. Sebagai contoh, dalam Pajak Penghasilan (PPh), Direktorat Jenderal Pajak membaginya menjadi PPh 21 dan PPh 23. Keduanya juga sama-sama berhubungan langsung dengan penghasilan karyawan. Lalu, apa saja perbedaan antara PPh 21 dan PPh 23 tersebut?
Perbedaan Utama Dalam PPh 21 dan PPh 23
1. Subjek PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23.
PPh 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan juga pembayaran lain-lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan langsung dengan berbagai pekerjaan-pekerjaan, atau jabatan, jasa dan kegiatan yang sudah dilakukan oleh orang pribadi dari subjek pajak dalam negeri. Sedangkan untuk pemotongan pajak dalam PPh 23 yang ditujukan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang sebelumnya telah dipotong oleh PPh pasal 21.
Berdasarkan perbedaan antara PPh 21 dan PPh 23 dari aspek definisi, maka target sasaran untuk (subjek pajak) kedua dari jenis Pajak Penghasilan ini juga tentunya berbeda. Jika PPh 21 diperuntukkan bagi para pegawai, bukan pegawai, penerima pensiun maupun pesangon, anggota dewan komisaris, mantan pekerja, dan peserta kegiatan. Sementara untuk PPh 23 diperuntukan bagi mereka yang sudah menerima modal, jasa, hadiah, atau penghargaan.
2. Tarif Potongan Pada PPh Pasal 21.
Perbedaan antara PPh 21 dan PPh 23 juga terletak pada tarif potongannya. Bagi Anda yang berpenghasilan sampai Rp 50 juta, maka penghasilan Anda akan dipotong sebesar 5%. Sementara untuk penghasilan yang berada pada range Rp 50-250 juta dan Rp 250-500 juta, maka Anda akan dikenakan potongan pajak sebesar 15% dan 25%. Namun jika penghasilan Anda sudah melebihi Rp 500 juta, maka potongan pajaknyapun akan menjadi semakin besar, yaitu 30%.
3. Tarif Potongan yang Terdapat Pada PPh Pasal 23.
Sedangkan tarif dalam PPh 23 yang sudah diberlakukan atas nilai Dasar dari Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Maka jumlah bruto adalah keseluruhan dari jumlah penghasilan yang sudah dibayarkan, atau sudah memasuki masa jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan dari perusahaan luar negeri lainnya. Beberapa contoh dari tarif yang masih berlaku dalam PPh 23 adalah sebagai berikut:
• Tarif 15% dari jumlah bruto atas:
1. Deviden, kecuali pembagian deviden terhadap orang pribadi yang sudah dikenakan final.
2. Hadiah dan penghargaan, selain yang sudah dipotong PPh 21.
• Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta. kecuali sewa tanah dan atau bangunan.
• Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa konsultan.
• Tarif 2% dari jumlah bruto atas berbagai imbalan jasa lainnya yang sudah diuraikan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015.
Nah, jika Anda sudah cukup memahami tentang definisi, subjek pajak, serta berapa besar tarif pajak yang sudah diberlakukan, jangan lupa untuk menjadi warga negara yang taat untuk membayar pajak, ya. penggunaan software accounting dan HR juga bisa sangat membantu Anda dalam hal menghitung pajak yang harus dibayarkan karyawan Anda setiap bulannya. Tidak perlu menghitung secara manual, kewajiban membayar pajakpun bisa terlaksana secara taat dan lebih praktis dalam manajemen autopilot perusahaan melalui penggunaan software accounting dan HR.
Jika Anda merasa tertarik dengan strategi HR (Human Resource) lainnya, Maka Groedu Consultan lah solusinya. Anda bisa menghubungi kami via WhatsApp 0812-5298-2900 atau email ke groedu@gmail.com. Tim kami akan siap membantu Anda dan kami tunggu kabar baiknya dari Anda.